Berbicara masalah Ikhtilaf mungkin tidak akan asing lagi di kalangan para
intelektual, tetapi yang menjadi sangat penting bagaimana kita seharusnya mampu
memahami esensi makna dari kata tersebut ketika menyelami khazanah keilmuan
islam. Mencoba membuka kembali catatan sejarah klasik, Kita ketahui bahwa
Sultan Harun Ar-rasyid beliau merupakan kalifah kelima dari kekalifahan
Abbasiyah yang memerintah antara
tahun 786 hingga 803. Ayahnya bernama Muhammad Al-Mahdi, khalifah yang ketiga
dan kakaknya, Musa Al-Hadi adalah kalifah yang ketiga.Ibunya Jurasyiyah
dijuluki Khayzuran berasal dari Yaman. Yang mana pada Era pemerintahan beliau
dikenal sebagai masa keemasan Islam (The Golden Age of Islam), di mana saat itu
Baghdad menjadi salah satu pusat ilmu pengetahuan dunia. Suatu ketika
beliau meminta izin
kepada imam Malik untuk meletakkan kitabnya al-Muwattho’ di ka’bah dan memaksa
agar umat islam mengikuti isi kitab itu, namun Imam Malik menjawab “ jangan
engkau lakukan itu karena sahabat Rasulullah Saw saja berselisih pendapat dalam
masalah furu’ (cabang) apabalagi (kini) mereka telah perpencar keberbagai
negeri.
Dari alur dialog diatas memberikan pelajaran penting tentang adanya khilafiyah,
sehingga kita tidak akan menafikan adanya khilafiyah (perbedaan). Di kalangan
umat islam sendiri khilafiyah tidak hanya terekam dalam masalah fiqh tetapi
Ikhtilaf juga mencakup berbagai hal, seperti siyasah (politik), dakwah,
dll.dalam kehidupan kita sehari-hari. mengkaji kata khilafiyah atau ikhtilaf
bersumber dari bahasa arab, yaitu dari kata khalafa yang berarti berbeda,
berselisih, menurut istilah Thaha Jabir menjelaskan bahwa ikhtilaf merupakan
proses yang dilalui dengan metode yang berbeda antara seorang yang satu dengan
seorang yang lain dalam bentuk af’al (perbuatan) atau qoul (ucapan).
Maka
ikhtilaf dalam keilmuan maupun perkara apa saja yang terdesain dalam kehidupan
kita sehari – hari sangatlah wajar, termasuk masalah pandangan dalam agama.
Melihat adanya ikhtilaf akan menjadi sangat mustahil ketikat suatu
pandangan, madzhab, dan sikap dalam masalah hal furu’ untuk dipersatukan dalam
satu wadah pandangan. Maka dengan adanya ikhtilaf tersebut khazanah keilmuan
akan tumbuh akan semakin berkembang
mengikuti perkembangan zaman, sehingga akan mampu melahirkan berbagai corak
pemikiran sesuai dengan kapasitas keilmuan masing – masing serta
rujukan-rujukan atau referensi tertentu yang di ambil. Dengan begitu marilah
kita senantiasa berusaha sekuat mungkin sebagai umat islam mampu menghargai
perbedaan di antara kita sehingga umat
islam tidak hanya berputar-putar pada hal yang tidak membuat lebih berkembang,tujuan
akhirnya umat islam tidak
lupa pada esensinya yakni menegakkan dan menyebar luaskan agama Allah SWT di
muka bumi ini. Sehingga akan tercipta umat islam yang bersatu padu dalam satu
cita – cita yang sama.
Akhirnya bagaimanapun suatu
ikhtilaf ( perbedaan ) adalah suatu kepastian yang tidak bisa di tawar – tawar
dan merupakan sunnatullah yang manusia tidak akan mampu mengubahnya,
sebagaimana salah satu firman Allah SWT yang telah menetapkan adanya ikhtilaf (
perbedaan ), dalam firmannya : QS.Ar-ruum ayat 22, sebagai berikut :
ô`ÏBur ¾ÏmÏG»t#uä ß,ù=yz ÏNºuq»yJ¡¡9$# ÇÚöF{$#ur ß#»n=ÏG÷z$#ur öNà6ÏGoYÅ¡ø9r& ö/ä3ÏRºuqø9r&ur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºs ;M»tUy tûüÏJÎ=»yèù=Ïj9 ÇËËÈ
" dan di
antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan
berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui."
El- faqir moh
Hendri
24-11-2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar