SELAMAT DATANG

Membaca Adalah Jendela Dunia

Selasa, 06 Agustus 2013

“ Refleksi kebangkitan nasional “ ( Mimpi negeri bukan sebatas mimpi )


            Hari kebangkitan nasional (Harkitnas) yang jatuh tiap tanggal 20 mei kemaren, merupakan penghargaan besar terhadap para founding father yang telah berjuang begitu keras untuk mendapatkan sebuah stempel kemerdekaan bangsa indonesia. Dengan penuh semangat persatuan dan kesatuan yang dimunculkan oleh pemuda-pemuda dahulu, tidak lain, hanya ingin mengukir satu kata sejarah, “MERDEKA”.  Dalam bingkai sejarah, Indonesia merupakan negara majemuk yang terbingkai dalam Bhinika tunggal ika, yakni “berbeda-beda tetap satu jua” walaupun mempunyai ragam budaya, etnis, golongan, bahasa dan agama, namun tetap dalam satu payung satu kesatuan bangsa indonesia. Oleh karena itu secara teoritis mempunyai potensi untuk menjadi negara besar, bukan hanya sebatas mimpi. Perlu di revitalisasi bagaimana perjalanan sejarah bangsa ini untuk merekontruksi kegagalan yang terjadi. Terdapat tiga fase perjalanan sejarah yang dilakukan bangsa ini pasca merdeka ; orde lama, orde baru, dan reformasi. Perubahan itu dilakukan senantiasa hanya ingin menjadikan indonesia adalah Negara yang patut di perhitungkan dimata bangsa. Bagaimana dengan sekarang?
            Negeri Impian Republik BBM ( Baru bisa mimpi )
            Tayangan Negeri Impian Republik BBM ( Baru bisa mimpi ) tentu masih segar dalam memori kita. Acara parodi politik yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta. Meski cukup diminati oleh banyak pemirsa telivisi, usia tayangan tersebut tidak berusia lama. Baru seumur jagung , tayangan tersebut langsung dihentikan. Latar belakangnya bisa di tebak, acara tersebut dianggap sudah terlalu berlebihan dalam mengkritis kebijakan pemerintah.
            Sungguh naif negeri ini, padahal acara tersebut sebagai control terhadap kebijakan yang lahir sekaligus cukup mendidik. tentu kita sepakat bahwa setiap elemen bangsa ini memiliki kegalauan dan kerinduan yang sama demi terciptanya negeri impian yang sampai saat ini barangkali masih sebatas mimpi. Negeri yang sejahtera, negeri yang aman, negeri yang bebas dari korupsi, dan masih banyak impian-impian yang lain. Kita sudah menikmati usia kemerdekaan yang sudah tua, dari mulai orde lama sampai pada reformasipun sudah kita alami bersama. Ironisnya, visi kebangsaan sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 ternyata belum bisa tercapai. Data resmi BPS ( Badan Pusat Statistik ) melakukan penggalian data bahwa angka kemiskinan negeri ini sangat tinggi hingga mencapai lebih dari 35 juta jiwa. Sementara jika menggunakan data World Bank (Bank Dunia) yang menggunakan indikator penghasilan 2 dollar per hari, jumlah penduduk miskin di Indonesia sudah mencapai 100 juta jiwa (setara dengan 49,5 persen dari total penduduk Indonesia). Angka pengangguran terus meningkat, tingkat kriminalitas pun tidak kunjung menurun. Indeks prestasi korupsi negara kita juga masih sangat memprihatinkan. Hingga kini, Indonesia masih tetap “setia” berada pada jajaran negara paling korup di dunia.
Belakangan ini, persoalan semakin bertambah karena memudarnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Menurut asumsi saya, pemerintah saat ini sudah diambang krisis kepercayaan dari rakyatnya sendiri. Indikasinya bisa kita lihat bersama. Kebijakan pemerintah acapkali mendapat penolakan masyarakat. Program pemerintah dianggap tidak memihak kepada rakyat. Opini pemerintah “bentrok” dengan opini publik. Contohnya cukup banyak. Keputusan kepolisian dan kejaksaan sebagai lembaga resmi penegak hukum di negeri ini menahan Bibit-Chandra terpaksa harus dianulir karena demikian hebatnya tuntutan dari masyarakat baik melalui aksi di jalanan, maupun aksi di dunia maya melalui situs jejaring sosial facebook. UU BHP (Badan Hukum Pendidikan) yang sudah disahkan oleh pemerintah akhir tahun lalu, baru-baru ini pun harus dicabut kembali karena mendapat penolakan yang sangat hebat dari banyak pihak. Tokoh ekonomi kebanggaan negeri dan sudah diakui oleh dunia internasional, Sri Mulyani, terpaksa harus “dipensiun dini” dari jabatannya sebagai Menteri Keuangan karena desakan masyarakat terkait pengusutan kasus bank Century.  
Keteladanan
Problematika bangsa ini yang tidak kunjung selesai timbul pertanyaan dalam benak kita, kapankah bangsa kita ini akan bangkit? atau masihkah mampu bangsa ini bangkit dari keterpurukan? Tentu, kita sebagai bangsa indonesia memimpikan bangsa kearah perubahan yang lebih baik dan terus berharap serta dengan optimis menjawab dengan lantang, bangsa kita masih bisa bangkit. Karena kalau harapan kita sudah terbunuh, sebenarnya sudah tidak ada gunanya lagi kita hidup termasuk di negeri tercinta ini.
Keteladanan menjadi referensi penting bagi bangsa ini untuk sekedar menciptakan perubahan kearah yang lebih baik. Para founding fathers (pendiri bangsa) tentu menjadi sangat penting kembali untuk direnungkan khususnya pada momen memperingati hari kebangkitan nasional (harkitnas). Relitas sejarah, kita tau ketika bangsa ini masih berada digenggaman penjajah, Para founding fathers (pendiri bangsa) tidak pernah patah semangat. Berbagai cara dilakukan untuk mencapai satu kata “MERDEKA”. Perjuangan dan pengorbanan terus dikobarkan, bahkan sampai pada titik darah penghabisan dilakukan. Sekat perbedaan baik itu suku,ras dan agama sejenak “disingkirkan” demi mencapai tujuan bersama “Indonesia Merdeka” realitasnya perjuangan mereka berhasil. Buktinya alam kemerdekaan yang kita nikmati sekarang.
Para pemimpin negeri ini sudah seharusnya mewarisi sekaligus melanjutkan keteladanan yang sudah dibukukan oleh para pendiri bangsa. Prisiden pertama kita soekarno dengan segala kelemahan yang dimiliki, tetaplah merupakan seorang proklamator bangsa, pemimpin karismatik seperti soekarno tidak mau tunduk pada kepentingan asaing. Ucapan-ucapanya mampu membuat lutut para penjajah bergetar hebat. Bagaimana tidak ? ia yang mengucapkan, “Amerika kita seterika, Inggris kita linggis”, Pemimpin berani, tegas, dan tidak menghamba pada kekuatan asing semacam Soekarno tentu masih sangat kita dambakan hingga kini. Masih begitu banyak Para founding fathers (pendiri bangsa) yang memberikan kontribusi pada negeri ini untuk dijadikan teladan dan acuan bagi para pemimpin negeri ini.
Pada akhirnya moment kebangkitan nasional sebagai refleksi untuk tetap menggali semangat dari para pendiri bangsa ini serta harapan besar kepada para pemimpin negeri ini untuk terus bersemangat demi terwujudnya kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Dengan nilai dasar perjuangan Para founding fathers (pendiri bangsa) berperan sebagai pemicu membangkitkan semangat bangsa dalam upaya pembangunan segala bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan, dan keagamaan.
Surabaya, 21-05-13


           


Tidak ada komentar:

Posting Komentar