Hari kebangkitan nasional (Harkitnas)
yang jatuh tiap tanggal 20 mei kemaren, merupakan
penghargaan besar terhadap para founding father yang telah berjuang begitu
keras untuk mendapatkan sebuah stempel kemerdekaan bangsa
indonesia. Dengan penuh semangat persatuan dan kesatuan yang dimunculkan oleh
pemuda-pemuda dahulu, tidak lain, hanya ingin mengukir satu kata sejarah,
“MERDEKA”. Dalam bingkai sejarah, Indonesia merupakan negara
majemuk yang terbingkai dalam Bhinika tunggal ika, yakni “berbeda-beda tetap
satu jua” walaupun mempunyai ragam budaya, etnis, golongan, bahasa dan agama,
namun tetap dalam satu payung satu kesatuan bangsa indonesia. Oleh karena itu
secara teoritis mempunyai potensi untuk menjadi negara besar, bukan hanya sebatas
mimpi. Perlu di revitalisasi bagaimana perjalanan sejarah bangsa ini untuk
merekontruksi kegagalan yang terjadi. Terdapat tiga fase perjalanan sejarah
yang dilakukan bangsa ini pasca merdeka ; orde lama, orde baru, dan reformasi.
Perubahan itu dilakukan senantiasa hanya ingin menjadikan indonesia adalah
Negara yang patut di perhitungkan dimata bangsa. Bagaimana dengan sekarang?
Negeri
Impian Republik BBM ( Baru bisa mimpi )
Tayangan
Negeri Impian Republik BBM ( Baru bisa mimpi ) tentu masih segar dalam memori
kita. Acara parodi politik yang ditayangkan salah satu stasiun televisi swasta.
Meski cukup diminati oleh banyak pemirsa telivisi, usia tayangan tersebut tidak
berusia lama. Baru seumur jagung , tayangan tersebut langsung dihentikan. Latar
belakangnya bisa di tebak, acara tersebut dianggap sudah terlalu berlebihan
dalam mengkritis kebijakan pemerintah.
Sungguh
naif negeri ini, padahal acara tersebut sebagai control terhadap kebijakan yang
lahir sekaligus cukup mendidik. tentu kita sepakat bahwa setiap elemen bangsa
ini memiliki kegalauan dan kerinduan yang sama demi terciptanya negeri impian
yang sampai saat ini barangkali masih sebatas mimpi. Negeri yang sejahtera,
negeri yang aman, negeri yang bebas dari korupsi, dan masih banyak
impian-impian yang lain. Kita sudah menikmati usia kemerdekaan yang sudah tua,
dari mulai orde lama sampai pada reformasipun sudah kita alami bersama.
Ironisnya, visi kebangsaan sebagaimana yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945
ternyata belum bisa tercapai. Data resmi BPS ( Badan Pusat Statistik )
melakukan penggalian data bahwa angka kemiskinan negeri ini sangat tinggi
hingga mencapai lebih dari 35 juta jiwa. Sementara jika menggunakan data
World Bank (Bank Dunia) yang menggunakan indikator penghasilan 2 dollar per
hari, jumlah penduduk miskin di Indonesia sudah mencapai 100 juta jiwa (setara
dengan 49,5 persen dari total penduduk Indonesia). Angka pengangguran terus
meningkat, tingkat kriminalitas pun tidak kunjung menurun. Indeks prestasi
korupsi negara kita juga masih sangat memprihatinkan. Hingga kini, Indonesia
masih tetap “setia” berada pada jajaran negara paling korup di dunia.
Belakangan ini, persoalan semakin bertambah karena memudarnya kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah. Menurut asumsi saya,
pemerintah saat ini sudah diambang krisis kepercayaan dari
rakyatnya sendiri. Indikasinya bisa kita lihat bersama. Kebijakan pemerintah
acapkali mendapat penolakan masyarakat. Program pemerintah dianggap tidak
memihak kepada rakyat. Opini pemerintah “bentrok” dengan opini publik.
Contohnya cukup banyak. Keputusan kepolisian dan kejaksaan sebagai lembaga
resmi penegak hukum di negeri ini menahan Bibit-Chandra terpaksa harus dianulir
karena demikian hebatnya tuntutan dari masyarakat baik melalui aksi di jalanan,
maupun aksi di dunia maya melalui situs jejaring sosial facebook. UU BHP (Badan
Hukum Pendidikan) yang sudah disahkan oleh pemerintah akhir tahun lalu,
baru-baru ini pun harus dicabut kembali karena mendapat penolakan yang sangat
hebat dari banyak pihak. Tokoh ekonomi kebanggaan negeri dan sudah diakui oleh
dunia internasional, Sri Mulyani, terpaksa harus “dipensiun dini” dari
jabatannya sebagai Menteri Keuangan karena desakan masyarakat terkait pengusutan
kasus bank Century.
Keteladanan
Problematika bangsa ini yang tidak kunjung
selesai timbul pertanyaan dalam benak kita, kapankah bangsa kita ini akan
bangkit? atau masihkah mampu bangsa ini bangkit dari keterpurukan? Tentu, kita
sebagai bangsa indonesia memimpikan bangsa kearah perubahan yang lebih baik dan
terus berharap serta dengan optimis menjawab dengan lantang, bangsa kita masih
bisa bangkit. Karena kalau harapan kita sudah terbunuh, sebenarnya sudah tidak
ada gunanya lagi kita hidup termasuk di negeri tercinta ini.
Keteladanan menjadi referensi penting bagi
bangsa ini untuk sekedar menciptakan perubahan kearah yang lebih baik. Para
founding fathers (pendiri bangsa) tentu menjadi sangat penting kembali untuk
direnungkan khususnya pada momen memperingati hari kebangkitan nasional
(harkitnas). Relitas sejarah, kita tau ketika bangsa ini masih berada
digenggaman penjajah, Para founding fathers (pendiri bangsa) tidak pernah patah
semangat. Berbagai cara dilakukan untuk mencapai satu kata “MERDEKA”.
Perjuangan dan pengorbanan terus dikobarkan, bahkan sampai pada titik darah
penghabisan dilakukan. Sekat perbedaan baik itu suku,ras dan agama sejenak
“disingkirkan” demi mencapai tujuan bersama “Indonesia Merdeka” realitasnya
perjuangan mereka berhasil. Buktinya alam kemerdekaan yang kita nikmati
sekarang.
Para pemimpin negeri ini sudah seharusnya
mewarisi sekaligus melanjutkan keteladanan yang sudah dibukukan oleh para
pendiri bangsa. Prisiden pertama kita soekarno dengan segala kelemahan yang
dimiliki, tetaplah merupakan seorang proklamator bangsa, pemimpin karismatik
seperti soekarno tidak mau tunduk pada kepentingan asaing. Ucapan-ucapanya
mampu membuat lutut para penjajah bergetar hebat. Bagaimana tidak ? ia yang
mengucapkan, “Amerika kita seterika, Inggris kita
linggis”, Pemimpin berani, tegas, dan tidak menghamba pada kekuatan asing
semacam Soekarno tentu masih sangat kita dambakan hingga kini. Masih begitu banyak Para founding fathers
(pendiri bangsa) yang memberikan kontribusi pada negeri ini untuk dijadikan
teladan dan acuan bagi para pemimpin negeri ini.
Pada akhirnya moment kebangkitan nasional sebagai refleksi untuk tetap menggali semangat dari para
pendiri bangsa ini serta harapan besar kepada para pemimpin negeri ini untuk
terus bersemangat demi terwujudnya kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan
sejahtera. Dengan nilai dasar perjuangan Para founding fathers (pendiri bangsa) berperan sebagai pemicu
membangkitkan semangat bangsa dalam upaya pembangunan segala bidang, baik
politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan, dan keagamaan.
Surabaya, 21-05-13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar